Sabtu, 22 November 2008

RESPONS ISLAM TERHADAP DEMOKRASI

RESPONS ISLAM TERHADAP

DEMOKRASI[1]

I.Pendahuluan

Dikusus “demokrasi” mulai berkembang pada abad ke-17 dan 18 MS. Kehadirannya sebagai respons obsolutisme raja-raja dan kaum feudal itu. Gap antara kelas atas (penguasa ) dengan kelas bawah (rakyat) menghendaki adanya ide atau gagasan persamaan derejat (al-musawat), suatu perlakuan yang sama dihadapan hukum, pengakuan keadilan dengan tanpa pandang bulu ( al-adalah) serta kebebasan eksperasi (al-Hurriyah). Kulminasi ide-ide tersebut terlealisasikan pada peristiwa revolosi perancis itu bermula dari upaya para filsafat alumni Cordova (mahasiswa ibnu Rusyd) yang selalu mengadakan kajian keritis, rasional dan obyektif.1 hasilnya ortodoksi kerja yang di koopatasi para raja semakin lama semakin mancair sampai akhirnya terwujud tatanan masyarakat yang demokratis.

Kemudian Islam menaruh perhatian yang serius terhadap aplikasi kritalitas nilai-nilai demokrasi. Bermula dari kehadirannya untuk menyebar luaskan ajarang tauhid; yaitu tiada Tuhan selain Allah. Ajarang simpel ini memberikan khabaran semangat untuk memberikan kebebasan kepada manuisa dari segala ikatan lain hanya Allah SWT. Selain Allah bersiafat nisbi dan tidak harus dipertuan. Konsep ajarang ini,merupakan konsep demokrasi kedaulatan Tuhan, sebagai dasar pemahamannya tentang sumber kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.2 Semetara intelektual lainnya .generasi muda cederung menafsirkan Islam secara kontekstual dengan realisme politik3 dewasa ini.

Dengan kata lain, respon intelektual Muslim terhadap konsep demokrasi memang berangam. Bahkan, bukan saja pada tingkat operasionalisasi konsep demokrasi, melainkan juga pada tingkatan pemaknaan, atas konsep itu, penulis akan mekemukakan respons Islam terhadap demokrasi pada khususnya. Permasalahan ini penulis akan mengutarakan secara perinci dalam pembahasan berikut

II. PEMBAHASAN

a. Pengertian Demokrasi

Demokrasi, secara senderhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat.4 kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani Demos (rakyat) dan Kratos (kekuasan). secara histories, istilah demokrasi telah dikenal sejak abad ke-15 SM, yang pada awalnya sebagi respons terhadap pengalaman burut monarki dan kediktatikkan di negara-negara kota Yunani kuno. Pada waktu itu Demokrasi dipraktikkan sebagai sistem dimana seluruh warga negara membentuk lembanga legislative. Hal ini dimungkinkan oleh kenyataan jumlah penduduk Negara-negara kota kurang lebih 10.000 jiwa dan bahwa wanita, anak kecil serta para budak tidak mempuyai hak politik tidak ada pemisahan kekuasaan ketika itu, dan semua pejabat bertanggung jawab sepenuhnya pada majlis rakyat yang memenuhi syarat untuk mengotrol sebagai persoalan eksekutif, yudikatif dan legislative5

Untuk itu, agar lebih jelas dalam mendefinisi demokrasi saat ini, pada dunia kontemporer, sebagai mana dapat dilihat dalam definisi-definisi ini

1. Definisi paling umum digunakan oleh ilmuan social adalah definisi Joseph A.Schumpeter dalam bukunya, Capitalism, Sosiolism and Demokracracy. Metode demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompotitif atas suara rakyat.

2. Sidney Hook dalam Encyclopedia American, mendifinisikan, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting atau arah kebijakkan di dasarkan pada kesempatan mayoritas yang berikan secara bebas dari rakyat dewasa.

3. Philipe C.schmitter dan Terry lynn Karl dalam artikel mereka, what Democrasy Is and is not, mendifinisikan demokrasia politik sebagai suatu sistim pemerintahan di mana dimintak tanggungjawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompotisi dan kerjasama, dengan para wakil mereka yang telah terpilih6

Sementara sebagian para intelektual Muslim Indonesia tidak meberikan definisi yang secara pasti mengenai demokrasi, kerena demokrasi sebenarnya sangat sulit untuk didefinisikan secara tepat. Hal ini menurut Rais, sistem yang demokratis tidak dapat didefinisikan dengan adanya institusi-institisi formal negara, seperti adanya DPR, partai–partai politik, pemilu dan hak-hak warga negara. Demokrasi lebih baik didefinisikan dengan menujuk pada ide tentang “demokrasi subtasial” Ada beberapa sistem politik yang tampaknya demokratis, tetapi pada dasarnya otoritarian dan bahkan anti demokrasi. kerena itu, menurut Rais, lebih tepat menentukan kriterial demokrasi ketimbang berupaya mendefinisikannya. Dia menyebutkan, paling tidak sepuluh keriterial demokrasi yang dapat dikembangkan

1. Partisipasi rakyat dalam pembuatan-keputusan .

2. Persamaan di muka hukum

3. Distribusi pendapat yang adil

4. Kesempatan yang sama dalam pendidikan

5. Kebebasan dalam bicara, kebebasan pers, kebebasan dalam berserikat dan kebebasan beragama

6. Tersedianya informasi dan keterbukaan informasi

7. Menhormati etika politik

8. kebebasan individu

9. kereja sama

10. Hak untuk protes7

Sehubungan dengan rangkaian definisi-definisi yang di atas, dapat diimplikasikan bahwa hakikat demokratis ialah menlindungi hak dan kemerdekaan rakyat, dan mejamin kebebasan rakyat untuk mengukapkan pandangan-pandangan mereka. Untuk itu demokrasi menolak pemerintahan dengan kekuatan paksaan, sebab pemerintahan apapun yang di topang oleh pemaksaan adalah tidak sah. Lebih jauh lagi prinsip dasar domokrasi menolak terhadap keistimewaan-keistimewan politik, social. Dengan demikian itu, bahwa untuk menghindari dari antisistesis wacana demokrasi, perlunya menerapkan sistem partisipasi langsung warga suatu bangsa untuk menetukan roda kepemerintahan. Rakyat sebagai pemilik kewajiban, juga mempunyai hak. Dengan demikian proses demokrasi di muka bumi merupakan kosekuansi logis dari upaya pembumian nilai-nilai agama. Hakikat demokrasi merupakan aktualisasi interpretasi yang benar atas nilai-nilia pokok agama. Pemerdayaan atas nilai-nilai demokrastisasi sama halnya dengan pengukuhan relasi manusia dengan Tuhan karenanya, usaha keras untuk membangun masyarakat yang demokrastis tidak kalah urgensinya dengan nilai ibadah semacam sholat atau puasa dan lain sebagainya .

Demikian di atas, sebagai cikal bakal responsive sistem pemerintahan monarki, dan teokrasi ortodoksi gereja yang dikooptasi para raja pada abad sebelumnya.

Yang kemudian kata “respons” disisni biasa kita mengidikasikan bahwa “demokrasi” tidak bersal dari peradaban Islam, tetapi dari peradaban lain8. Hal ini, para cendekiawan Muslim mereponsif dengan menerima demokrasi,berdasarkan tiga alasan utama Pertama, Al-Qur’an memerintahan umat Islam untuk melaksanakan musyawarah9 dalam menyelesaikan masalah-masalah mereka. Kedua Secara historis Nabi menerapkan musyawarah ini dengan umat Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah mereka. Ketiga Secara rasional, di mana umat Islam diperintahkan untuk menyelesaikan dilema dan maslah-masala mereka, menunjukkan bahwa sistem politik dalam sejarah umat manusia 10

Dengan kata lain, bahwa intelektual Muslim pada umumnya menerima konsep demokrasi, kerena didasarkan dua alasan pertama nilain-nilainnya sesuai dengan nilai-nilai Islam terutama konsep tentang syura. kedua demokrasi merupakan cara yang tepat untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingan umat Islam. Namun pada tingkat tertentu mereka tidak menerima nilai-nilai demokrasi dari sumber aslinya, liberalisme.

A.Renspons Islam terhadap Demokrasi

1. Konsep Demokrasi dalam Pandangan Islam

Secara teologi penerimaan para intelektual Muslim terhadap demokrasi didasarkan pada ajarang-ajarang al-Qur’an dan pratis historis masa Nabi dan al-Khulafah ‘al-Rasyidin. Intelektual Muslim di negara lain yang mendukung demokrasi, mereka juga mendasarkan pendapat pada Al-Qur’an (3;159) “wasyawirhum fi al-amr (dan Musyawarahkanlah dengan mereka dalam persoalan itu), dan Al-Qur’an (42:38):”wa amrhum syura bayahum”(yang memutuskan urusan mereka dengan musyawarah). Mereka mempuyai konsep sendiri tentang demokrasi, yang tidak sama seperti demokrasi libral atau demokrasi sosialis. Generasi intelektual Muslim yang lebih tua memang mendukung demokrasi, tetapi sebagian besar mereka masih tetap mengakui kedaulatan Tuhan semetara sebagian besar generasi muda menerima kedaulatan rakyat dalam pengertian praktis, dan hanya sedikit yang masih tetap mengenai konsep kedaulatan Tuhan. Hal ini, bahwa generasi muda cenderung menafsirkan Islam secara kontektual dengan realisme politik.

Ismail Suny adalah salah seorang dari mereka yang masih memegangi ide kedaulatan Tuhan. Menurutnya kedaulatan Tuhan yang hakiki berada pada Tuhan sementara otoritas rakyat adalah kepercayaan suci yang harus berada dalam batas-batas kehendak Tuhan. Sementara itu, Jalaluddin Rahmad menurutnya demokrasi sebagai konsep bagi sistem politik yang berdasarkan pada dua prinsip, partisipasi politik dan hak asasi manusia. prinsip-prinsip ini meyembabkan rakyat berparsipasi dalam keputusan–keputusan publik dan menlidungi hak-hak asasi manusia, yakni hak kebebasan, berbicara hak mengotrol kekuasaan dan hak–hak persamaan di muka hukum. Konsep demokrasi ini tidak hanya sesuai dengan Islam tetapi juga merupakan perwujudan ajrang-ajrang Islam dalam kehidupan berbangsa.11

Sehubungan dengan hal yang di atas, mengenai dengan demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak perhatian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Terutama, demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep–konsep Islami yang sudah lama berakar yaitu musyawarah (syura) persetujuan (ijamak) dan penilain interpretive yang mendiri (ijtihad).12 ketika ini merupakan operasional dalam perspektif demokrasi Negara Islam

Perlunya musyawarah merupakan consensus politik prinsip kekhalifahan manusia “Perwakilan” rakyat dalam sebuah Negara Islam tercermin terutama dalam dokrin musyawarah (syura) 13 Kerena semua Muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria maupun wanita, adalah khalifa (agen) Tuhan, mereka menlegalisirkan kekuasa mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani permasalahan Negara. Makna penting musyawarah sebagai bagian dari sistem kemerintahan islam yang diakui secara luas. Muhammad Hamidullah, dalam sebuah penjelasan buku tentang Islam, menepatkan musyawarah dalam kerangka yang secara luas

Makna penting dan manfaat musyawarah harus selalu ditekankan Al-Qur’an berulang memerintahkan kuam Muslim untuk mengabil keputusan setelah bermusyawarah, baik dalam forum terbuka maupun tertutup Al-Qur’an tidak menetapkan metode yang keras atau cepat jumlah bentuk pemilihan jangka waktu perwakilan, dan sebagainya diserahkan kebijaksanaan kepada para pemimpin dari tokoh yang menerima kepercayaan dari rakyat yang mereka wakil dan memiliki integritas14

Kedua konsep operasional lain yang sama penting adalah consensus atau ijmak.15.Langdasan bagi legitimasi consensus adalah hadis Nabi yang sering dikutip bahwa umatku tidak akan bersepakat dalam melakukan kesalahan “dalam pengertian yang lebih luas consensus dan musyawarah sering di pandang sebagai langdasan yang efektif bagi demokrasi Islam moderen. Konsep consensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui samua mayoritas. Beberapa cendikiawan kontemporer menyatakan bahwa dalam sejarah Islam, karena tidak ada rumusan yang pasti mengenai struktur negara dalam Al-Qur’an” lengitimasi negara bergantung pada sejauhmana organisasi dan kekuasaan negara mencerminkan kehendak umat. Sebab, seperti yang pernah ditekankan oleh para ahli hukum kelasik, lengitimasi paranata-paranata negara tidak bersal dari sumber-sumber tektual, tetapi didasarkan pada prinsip ijmak atas dasar inilah consensus dapat memjadi legitimasi sekaligus perosedur dalam suatu demokarasi Islam16

Konsep oprasional ketiga yang sangat penting adalah ijtihad, yang pelasanaan penilain yang ilmiah dan mendiri. Bagi banyak pemikir Muslim, upaya ini merupakan langkah kunci mununju penerapan perintah Tuhan di tempat atau waktu. Pemimpin Islam Pakisstan, Khurshid Ahmad, memaparkan, hal ini dengan jelas. “Tuhan hanya mewahyukan Perinsip-perinsip utama dan memberi manusia kebebasan untuk menerapakan perinsip-perinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semagat dan keadaan zamannya17. Mulalui ijtihad itulah masyarakat dari setiap zaman berusaha menerapkan dan menjalankan petunjuk Ilahi guna mengatasi masalah-masalah zamannya. Dengan hal yang di atas dapat diimpelikasikan bahwa musyawarah, consensus dan ijtihad adalah konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka ke-Esaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai wakil-Nya. dan istitah–istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara Islam dan demokrasi di dunia kontemporer ini

Akibat munculnya konsep demokrasi Islam sebagai mana yang di atas, ialah sebagai respons terhadap konsep demokrasi non–Islam yakni, yang diaplikasikan di dunia Barat dan negara Eropa sebelumnya. Untuk itu,dalam pandangan Muhammad Iqbal, mengajukan kritik keras terhadap demokrasi Barat dengan demikian,Tak diragukan lagi. Iqbal adalah seorang demokratis namun dia mengecam keras sistem demokarasi Barat. Intisari dari kritik-kritiknya adalah bahwa masyarakat demokrasi Barat hanya mengejar tujuan meterialistis. Iqbal menolak sistem demokrasi Barat sebab sistem tersebut tidak mengindahkan dimensi etika dan spiritual. bahkan menyakut bentuk dan prosesnya, menlaikan orientasi dan system nilai demokrasi yang salah.18 Selanjuknya dalam analisis Maududi dipaparkan pokok-pokok teori demokrasi Islam yang tetap terikat kuat denagn legitimasi politik “Islam, dari sudut pandang filosofi politik, merupakan antitesis utama demokrasi barat. Islam menetang sama sekali filosofi kedaulatan rakyat, dan membentuk pemerinahan di atas landasan kedaulatan Tuhan dan kekhalifahan manusia”19

Namun yang lebih tepat bagi pemerintahan Islam adalah kerajaan Tuhan, juga disebut sebagai teokrasi.Tetapi teokrasi Islam berada sama dengan teokrasi yang pernah menjadi pengalaman pahit di Eropa teokrasi islam tidak dikuasai oleh kelas keagamaan tertentu, tetapi oleh seluruh komunitas Muslim termasuk rakyat jelas seluruh penduduk Muslim menyelenggarangkan kehidupan negara sesuai dengan kitab Allah dan Sunah Nabi. Jika hendak memakai sebuah istilah baru saya akan menamakan sistem pemerintahan ini sebagai “teodemokrasi” yaitu pemerintahan demokarsi diberi kedaulatan terbatas dibawah kekauasan Allah Pihak eksekutif dalam sistem pemerintahan ini dibentuk melalui kehendak umum kaum muslimin yang sekaligus berhak membubarkannya .20

Konsep penting yang berkait dengan pemahaman Muslim kontemporer tentang demokrasi adalah khalifah. Dan telaah pemikiran politik Islam, konsep ini terutama terkait dengan isu penetapan definisi kepemimpinanan politik masyarakat. Pemimpin umat Islam setelah kematian Nabi Muhammad SAW. disebut “Khalifah” mengadung makna “penerus”Nabi. bisa dimaklumi jika pemikiran politik Islam pada abad pertegahan banyak memutuskan perhatiannya pada teori kekhalifahan, asal-usul dan tujuannya.Teori-teori kekhalifahan merupakan salah satu bagian penting dalam sejarah intelektual Islam. Dalam sejarahnya system politik yang dipimmpin oleh seorang “khlalifah”21

Implikasi pesan-pesan Tuhan diatas tercermin pada bangunan komunitas masyarakat Madani (Yatsrib) yang dipimpin Nabi saw. Peranata social yang dibangun Nabi SAW. Saat itu sungguh mayoritas Muslim, justru memakai perjajian bersama di bawah payung “Piagam” Madinah.22. Semuel P.Huntington mendefinisakan demokrasi berdasrkan pemimilihan merupakan definisi minimal. Bagi sebagian orang demokrasi memiliki atau seharusnya memiliki konotasi yang jauhlebih luas dan idealistis.”demokrasi sejati” itu yang berarti liberte, egalite, fratenite, kontero yang efektif oleh warga negara terhadap pemrintah yang bertanggun jawab, kejujuran dan keterbukaan dalam percaturang politik.23

Kedaualtan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkangdung dalam konsep khalifah memberikan kerangka yang dengannya para cendikianwan Sunni maupun Syi’ah pada tahun-tahun belangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap demokrasi. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan penting pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengeban amanat pemerintah. Meskipun munking tidak sesuai dengan definisi demokrasi Barat, pandangan ini sangat penting dalam kontes demokrasi gelobal masa ini. Sistem demokrasi menjadikan kedaulatan berada ditangan rakyat .dan rakyat merupakan sumber kekuasaan, semau urusan dan persoalan dikembalikan kepada rakyat.24

II.Kesimpulan

Dari rangkaian pembahasan dan uraian di atas ,maka penulis dapat membua suatu kesimpulan secara global apa yang dimaksudkan pada makalah ini ,antar lain sebagai berikut

1.Mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak perhatian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah social politik, terutama demokrasi dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudahlama berakar, yaitu musyawarah (Syura), perstujuan (ijmak), dan penilain interpretative yang mendiri (ijtihad). ketiga konsep ini, sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka keesaan Tuhan dan kewajiban–kewajiban, manusia sebagai wakil-Nya

2. Para Intelektual Muslim yang di antara mereka biasa memamahami pendapat yang menilai antitesis antara Islam dan demokrasi

3. Perinsip-perinsip persamaan pada dasarnya di hadapan hukum berarti hukum harus berlaku bagi semua warga dan harus dipatuhi oleh semuanya tanpa adanya perbedaan.

III.Penutup

Demikianlah Penyusun menyadari bahwa ,di sana sini banyak kekurangan isi,maupun susunan kalimatnya Oleh kerena itu saran yang konstruktif sangat diharapkan dalam rangka penyempurnaan tulisan ini.Sedemikian penyusun berharp semoga tulisan ini yang amat senderhan ada manfaatnya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Said Aqiel Siradj,MA,Islam Kebangsaan Fiqih Demokratis kaumSantri

, Pustaka Ciganjur,Jakarta,1999,hlm.87

Yusril Ihza Muhendra,Modernisme dan fundamentalisme dalam Politik

Islam,Paramadana,Jakarta.1999.hlm.244-2445

Masykuri Abdillah ,Pesponses Of Indonesia Muslim Intellectuals to theConcept

ofDemocrasy,(1966-1993),Perterjemahan,Drs.Wahib,MA,TiaraWacana Yogyakarta,1999.hlm.77

Charlos kurzman,(ed),Wcana Islam Libral Pemikiran Islam kontempoerer tentang

isu-isu Global,Pramadana,Jakarta,2001

John L.Esposito& John O.Voll,Islam and Democracy,Engrish in 1996 is

Oxford University Peress Inc,Penj.Rahmani Astuti,Mizan,Bandung,1999

Leonard Binder,Islamic Libralism,University Of Chikago Peress,1988,Pentj,

Iman Muttaqi,Pustaka Belajar,Yogyakarta,2001.

Dale F.Eickelman James Piiscatori,Muslim Politics,Penetj.Rofik Suhud,Mizan

Bandun,1998

Ahmad al-Usairy, Al-Tarikh Al-Islam, Penetj,H.Sanson Rahman,Ma,Akbar Media Eka

Sarana, Jakarta,2003

Sufyanto, Masyrakat Tamaddun, Pustaka elajar,Yogyakarta,2000

Fathi Yakan ,Gerakan Islam di Abad Modern,Serimedia Dakwah,Jakarta,1987


[1] Diskusi mingguan pemipti pada hari selasa 27 november 2007

1 Said Aqiel Siradj,MA,Islam Kebangsaan Fiqih Demokratis kaum Santri, Pustaka Ciganjur, Jakarta, 1999,hlm.87

2Yusril Ihza Muhendra,Modernisme dan fundamentalisme dalam Politik Islam, Paramadana, Jakarta.1999.hlm.244-2445

3Masykuri Abdillah, Pesponses Of Indonesia Muslim Intellectuals to the Concept of Democrasy, (1966-1993), Perterjemahan, Wahib, Tiara Wacana Yogyakarta,1999.hlm.77

4 Charlos Kurzaman (ed) wacana Islam Libral pemikiran Islam Kontemporer tentang isu-isu Global, Paramadina, Jakarta, 2001, hlm.125

5 Masykuri Abdillah,Op,Cit,hlm.71

6 Ibid,hlm,72-73

7 Ibid,hlm.88

8 Ibid,hlm. 15

9 John L.Esposito &John O.Voll, Islam and Democracy, English in 1996 Oxford University Peress Inc, Penj Rahmani Astuti,xMizan, Bandung,1999,hlm.33

10 Masykuri Abdillah, Op ,Cit, hlm.81

11 Ibid,hlm.77-78

12 John L.Esporsito &John O.Voll, Islam and Democracy, Penterjermah, Rahmani Astuti, Mizan, Bandung, 1999, hlm.32

13 Pemikiran ini didasarkan pada Al-Qur’an 93:159)”Dan bermusyawarahlah dengan mereka (rakyat) dalm persoalan-persoalan negara”,Al-Qur’an (42:38),”Yang menjalankan pemerintahannya dengan musyawarah di antara mereka”

14 John L.Esposito,Op,Cit,hlm.33

15 Yusril Ihzal Muhendra,Op,Cit,hlm.32

16 John L.Esposito,Op,Cit,hlm.34

17 Dr.Maskuri Abdillah,Op,Cit,hlm.34-35

18 John Lesposito,Op,Cit,hlm.37

19 Leonard Binder,Islamic Libralism,University OfChicago Peress,1988,Penej.Iman Muttaqi,pustaka Belajar,Yogyakarta ,2001,hlm.258

20 John L.Esposito,Op,Cit,hlm.28

21 Dale F.Eickeman James, Piscatori, Muslim Politikcs, Petnej.Rofik Zuhud, Mizan, Bandung, 1998, hlm.43

22 Ahmad al-Usairy, Al-tarikh Al-Islami, Penej .H.Sanson Rahman, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta, 2003, hlm.105

23 Sufyanto, Masyrakat Tamaddun, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2000, hlm.121

24 Fathi Yakan,Gerakan Islam di Abad Modern, Serimedia Dakwah, Jakarta, 1987, hlm.9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar